Kesehatan

Kamis, 26 April 2012

Tuhan Sudah Mati


“Tuhan sudah mati. Tuhan tetap mati. Dan kita telah membunuhnya. Bagaimanakah kita, pembunuh dari semua pembunuh, menghibur diri kita sendiri? Yang paling suci dan paling perkasa dari semua yang pernah dimiliki dunia telah berdarah hingga mati di ujung pisau kita sendiri. Siapakah yang akan menyapukan darahnya dari kita? Dengan air apakah kita dapat menyucikan diri kita? Pesta-pesta penebusan apakah, permainan-permainan suci apakah yang perlu kita ciptakan? Bukankah kebesaran dari perbuatan ini terlalu besar bagi kita? Tidakkah seharusnya kita sendiri menjadi tuhan-tuhan semata-mata supaya layak akan hal itu [pembunuhan Tuhan]?”

Nietzsche, Die fröhliche Wissenschaft, seksi 125 (Wikipedia)

Maksud dari Nietzsche di atas adalah:
“Tuhan sudah mati” tidak boleh ditanggapi secara harfiah, seperti dalam “Tuhan kini secara fisik sudah mati”; sebaliknya, inilah cara Nietzsche untuk mengatakan bahwa gagasan tentang Tuhan tidak lagi mampu untuk berperan sebagai sumber dari semua aturan moral atau teologi.

Saya tidak bermaksud membunuh Tuhan dan saya juga tidak bermaksud menjelaskan lebih jauh mengenai kematian Tuhan ini, tapi saya ingin menarik sebuah substansi dari aforisme Nietzsche, bahwa tak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan. Pemikiran ini merupakan turunan dari pemikiran Heraklitos, “panta rhei kai uden menei” (semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap). Menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen. Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar